The Zain

/home/puskom35/Downloads/cooltext531071763.png

Sabtu, 30 April 2011

MAKALAH FILSAFAT ATHEISME


PENDAHULUAN
Atheis merupakan aliran filsafat yang ingin mewujudkan sejarah manusia tanpa Tuhan.Penulis asal Perancis abad ke-18, Baron d'Holbach adalah salah seorang pertama yang menyebut dirinya Atheis. Waktu dia lahir bernama Paul Heinrich Dietrich di Edesheim, Rhenish Palatinate. Akan tetapi dia tinggal di Paris. Dia terkenal akan atheismenya dan tulisannya yang anti agama, dengan tulisan yang paling terkenal adalah System of Nature (1770). dia meninggal umur 65 tahun pada tanggal 21 Januari 1789.
Tokoh atheis lain muncul pada tahun 1844 – 1890 yaitu Friedrich Nietzche. Tuhan dan agama menurutnya dipandang sebagai formula jahat yang diterapkan dalam setiap fitnah melawan manusia di dunia.
  • PENGERTIAN ATHEISME
    Atheisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan dewa – dewi, ataupun penolakan terhadap theisme. Dalam pengertian yang luas, atheisme adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau tuhan.
    Istilah atheisme berasal dari bahasa Yunani “atheos” yang secara peyoratif digunakan untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan dengan agama atau kepercayaan yang sudah mapan di lingkungannya. Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah dan kritikan terhadap agama, istilah atheis mulai di spesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada Tuhan. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3 % populasi dunia mengaku sebagai atheisme, manakala 11,9 % mengaku sebagai nontheis. Sekitar 65 % orang Jepang mengaku sebagai atheisme, agnostik, ataupun orang yang tidak beragama dan sekitar 48 % nya di Rusia. Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6 % (Itali) sampai 85% (Swedia).Banyak atheis bersikap skeptis kepada keberadaan fenomena paranormal karena kurangnya bukti empiris. Yang lain memberikan argumen dengan dasar filosofis, sosial atau sejarah.
    Pada kebudayaan Barat, atheis sering kali di asumsikan sebagai tidak beragama atau ireligius. Beberapa aliran agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah Tuhan dalam berbagai upacara ritual, namun dalam agama buddha konsep ketuhana yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana. Karenanya agama ini sering disebut agama atheistik. Walaupun banyak dari yang mendefinisikan dirinya sebagai atheis cenderung kepada filosofi sekuler seperti humanisme, rasionalisme dan naturalisme, tidak ada ideologi atau perilaku sfesifik yang di junjung oleh semua atheis.
    Pada zaman Yunani kuno, atheos berarti tak bertuhan. Kata ini mulai merujuk pada penolakan tuhan yang disengajakan dan aktif pada abad ke-5 SM, dengan definisi memutuskan hubungan dengan tuhan atau dewa atau menolak tuhan atau dewa. Terjemahan modern pada teks – teks klasik kadang – kadang menerjemahkan atheos sebagai atheistik. Sebagai nomina abstrak, terdapat pula atheotes yang berarti atheisme.
    Cicero mentransliterasi kata Yunani tersebut ke dalam bahasa latin atheos. Istilah ini sering digunakan pada perdebatan antara umat kristen awal dengan para pengikut agama Yunani kuno (Helenis), yang mana masing – masing pihak menyebut satu sama lainnya sebagai atheis secara peyoratif.
    Atheisme pertama kali digunakan untuk merujuk pada kepercayaan tersendiri pada akhir abad ke-18 di Erapa, utamanya merujuk pada ketidakpercayaan pada Tuhan monoteis. Pada abad ke-20 globalisasi memperluas definisi istilah ini untuk merujuk pada ketidakpercayaan pada semua tuhan atau dewa, walaupun masih umum untuk merujuk atheisme sebagai ketidakpercayaan kepada tuhan monoteis. Akhir – akhir ini, terdapat suatu desakan di dalam kelompok filosofi tertentu untuk mendefinisikan ulang atheisme sebagai ketiadaan kepercayaan pada dewa dewi, daripada atheisme sebagai kepercayaan itu sendiri. Definisi ini sangat populer di antara komunitas atheis walaupun penggunaannya masih sangat terbatas.




  • DEFINISI DAN PEMBEDAAN SERTA RUANG LINGKUP ATHEISME
    Suatu gambaran yang menunjukkan hubungan antara definisi atheisme kuat dan lemah dengan atheisme implisit dan eksplisit. Atheis implisit tidak memiliki pemikiran akan kepercayaan pada tuhan, individu seperti itu dikatakan secara implisit tanpa kepercayaan kepercayaan pada Tuhan. Atheis eksplisit mengambil posisi terhadap kepercayaan pada tuhan, individu tersebut dapat menghindari untuk percaya pada Tuhan (atheisme lemah) ataupun mengambil posisi bahwa tuhan tidak ada (atheisme kuat).
    Beberapa ambiguitas dan kontroversi yang terlibat dalam pendefinisian atheisme terletak pada sulitnya mencapai konsensus dalam mendefinisikan kata – kata seperti dewa dan tuhan. Pluralitas dalam konsep ketuhanan dan dewa menyebabkan perbedaan pemikiran akan penerapan kata atheisme. Dalam konteks theisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada tuhan monoteis, orang – orang yang percaya pada dewa dewi lainnya akan diklasifikasikan sebagai atheis. Sebaliknya pula, orang – orang Romawi kuno juga menuduh umat kristen sebagai atheis karena tidaka menyembah dewa dewi paganisme. Pada abad ke-20 pandangan ini mulai ditinggalkan seiring dengan dianggapnya theisme meliputi keseluruhan kepercayaan pada dewa atau tuhan. Bergantung pada apa yang para atheis tolak, penolakan atheisme dapat berkisar dari penolakan akan keberadaan tuhan atau dewa sampai dengan keberadaan konsep – konsep spiritual dan paranormal seperti yang pada agama Hindu dan Buddha.
    Definisi atheisme juga bervariasi dalam halnya sejauh mana seseorang harus mengambil posisi mengenai gagasan keberadaan tuhan untuk dianggap sebagai atheis. Atheisme kadang – kadang didefinisikan secara luas untuk meliputi ketiadaan kepercayaan akan keberadaan tuhan atau dewa. Definisi yang luas ini akan memasukkan orang – orang yang tidak memiliki konsep theisme sebagai atheis. Pada tahun 1772, Baron d'Holbach mengatakan bahwa semua anak – anak dilahirkan sebagai atheis, karena mereka tidak tahu akan Tuhan. George H. Smith 1979 juga menyugestikan bahwa orang yang tidak kenal dengan theisme adalah atheis karena ia tidak percaya pada tuhan. Kategori ini juga memasukkan anak dengan kapasitas konseptual untuk mengerti isu – isu yang terlibat, tapi masih tidak sadar akan isu – isu tersebut (sebagai atheis). Fakta bahwa anak ini tidak percaya pada tuhan membuatnya pantas disebut atheis. Smith menciptakan istilah atheisme implisit untuk merujuk pada ketiadaan kepercayaan teistik tanpa penolakan yang secara sadar dilakukan dan atheisme eksplisit untuk merujuk pada definisi ketidakpercayaan yang dilakukan secara sadar.
                      Dalam kebudayaan barat, pandangan bahwa anak dilahirkan sebagai atheis merupakan pemikiran yang baru. Sebelum abad ke-18 keberadaan Tuhan diterima dengan sangat luas sedemikiannya keberadaan atheisme yang benar – benar tidak percaya akan Tuhan itu dipertanyakan keberadaannya. Hal ini disebut theistic innatism (pembawaan lahir teistik) yaitu bahwa semua orang percaya pada Tuhan dari lahir. Pandangan ini memiliki konotasi bahwa para atheis hanya menyangkal diri sendiri. Terdapat pula sebuah posisi yang mengklaim bahwa atheis akan dengan cepat percaya pada Tuhan saat krisis, bahwa atheis percaya pada Tuhan saat meninggal dunia ataupun bahwa tidak ada atheis dalam lubang perlindungan perang. Beberapa pendukung pandangan ini mengklaim bahwa keuntungan antropologis agama membuat manusia dapat mengatasi keadaan susah lebih baik. Beberapa atheis menitikberatkan fakta bahwa terdapat banyak contoh yang membuktikan sebaliknya, di antaranya contoh – contoh atheis yang benar – benar berada di lubang perlindungan perang.
                      Para fisuf seperti Antony Flew, Michael Martin dan William L. Rowe membedakan antara atheisme kuat/positif dengan atheisme lemah/negatif. Atheisme kuat adalah penegasan bahwa tuhan tidak ada sedangkan atheisme lemah meliputi seluruh bentuk ajaran nonteisme lainnya. Menurut kategori ini, siapapun yang bukan theis dapatlah atheis yang lemah ataupun kuat. Istilah lemah kuat ini merupakan istilah baru namun istilah yang setara seperti atheisme negatif dan positif telah digunakan dalam berbagai literatur – literatur filosofi dan apologetika katolik (dalam artian yang sedikit berbeda) menggunakan batasan atheisme ini, kebanyakan agnostik adalah atheis lemah.
                      Manakala Martin, menegaskan bahwa agnostisisme memiliki bawaan atheisme lemah. Kebanyakan agnostik memandang pandangan mereka berbeda dari atheisme, yang mereka lihat atheisme sama saja tidak benarnya dengan theisme. Ketidaktercapaian pengetahuan yang diperlukan untuk membuktikan atau membatah keberadaan tuhan kadang – kadang dilihat sebagai indikasi bahwa atheisme memerlukan sebuah lompatan kepercayaan. Respon atheis terhadap argumen ini adalah bahwa dalil – dalil keagamaan yang tidak terbukti seharusnyalah pantas mendapatkan ketidakpercayaan yang sama sebagaimana ketidakpercayaan pada dalil – dalil tak terbukti lainnya dan bahwa ketidakterbuktian keberadaan tuhan tidak mengimplikasikan bahwa probabilitas keberadaan tuhan sama dengan probabilitas ketiadaan tuhan.
Filsuf Skotlandia J.J.C Smart bahkan berargumen bahwa kadang -kadang seseorang yang benar – benar atheis dapat menyebut dirinya sebagai seorang agnostik karena generalisasi skeptisisme filosofis tidak beralasan yang dapat menghalangi kita dari berkata kita tahu apapun, kecuali mungkin kebenaran matematika dan logika formal. Karenanya, beberapa penulis atheis populer seperti Richard Dawkins memilih untuk membedakan posisi theis, agnostik dan atheis sebagai spektrum probabilitas terhadap pernyataan tuhan ada.
  • ARGUMEN LOGIS DAN BERDASARKAN BUKTI
      Atheisme logis memiliki posisi bahwa berbagai konsep ketuhanan, seperti tuhan personal dalam ke kristenan dianggap secara logis tidak konsisten. Para atheis ini memberikan argumen deduktif yang menentang keberadaan tuhan yang menegaskan ketidakcocokan antara sifat – sifat tertentu tuhan, misalnya kesempurnaan, status pencipta, kekekalan,kemahakuasaan, kemahatahuan, kemahabelaskasihan, transendensi, kemaha adilan dan kemaha pengampunan Tuhan.
      Atheis teodisi percaya bahwa dunia ini tidak dapat dicocokkan dengan sifat – sifat yang terdapat pada Tuhan dan dewa – dewi sebagaimana yang diberikan oleh para teolog. Mereka berargumen bahwa kemaha tahuan, kemaha kuasaan dan kemaha belas kasihan Tuhan tidaklah cocok dengan dunia yang penuh dengan kejahatan dan penderitaan dan belas kasih Tuhan adalah tidak dapat dilihat oleh banyak orang. Argumen yang sama juga diberikan oleh Siddhartha Gautama pendiri agama Buddha.
    • POKOK – POKOK PEMIKIRAN FRIEDRICH NIETZCHE
      Pokok – pokok filsafatnya di antaranya mengenai kehendak manusia, manusia sempurna dan kritikan terhadap agama kristen. Pokok – pokok filsafatnya sebagai berikut :
    • kehendak untuk berkuasa merupakan dasar dan sumber tingkah laku manusia. Kehendak
      untuk berkuasa memasuki semua bidang kegiatan manusia: kesadaran hidup, perwujudan
      nilai – nilai agama, kebudayaan dan lainnya. Kehendak untuk berkuasa bahkan merupakan
      kenyataan yang benar akan dunia ini. Dunia ini adalah kehendak untuk berkuasa, lain tidak.
      Kehendak untuk berkuasa ini tampak dalam ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan, manusia ingin menyelidiki dunia untuk menemukan kenyataan dunia yang menjadi. Dengan ilmu, semua yang dapat didefinisikan sebagai penjelmaan alam menjadi konsep -konsep dengan tujuan menguasai alam.
      Tentang agama juga dinyatakan sebagai perwujudan keehendak untuk berkuasa. Semua agama pada hakikatnya berasal dari kehendak untuk berkuasa. Karena kehendak untuk berkuasa ini tidak dapat dipenuhi dengan kekuatan manusia sendiri, maka manusia menyerahkan usahanya kepada pribadi yang lebih tinggi. Manusia lari kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena ia sendiri tidak dapat mengalahkan kekuatan yang dihadapinya.
    • Bagi nietzsche manusia yang ideal adalah superman. Dengan superman kehendak untuk berkuasa atas dunia menjadi sempurna. Sejarah akan mencapai kesudahannya pada kehadiran manusia superman ini. Superman adalah manusia yang mengetahui bahwa Tuhan telah mati, bahwa tidak ada sesuatupun yang melebihi atau mengatasi dunia ini. Superman akan muncul bila manusia telah manusia mempunyai keberanian untuk mengybah sistem nilai untuk menghancurkan nilai – nilai yang ada terutama nilai ke kristenan. Sesudah itu manusia yang kuat yang berani menghancurkan nilai – nilai lama, harus menciptakan dan menyusun nilai – nilai baru yang melebihi nilai sebelumnya. Kehendak untuk kuasa yang menjelma dalam semua nilai akan mengarah kepada superman, akan merupakan personofikasinya. Superman tampil di dunia ini seperti Caesar dari Romawi Kuno, Napoleon dari Prancis, Goethe dari Jerman dan sebagainya.
    • Kritik terhadap agama kristen walau Nietzsche terdidik di lingkunan kristen namun akhirnya ia menjadi filosof atheis yang paling ekstrim. Kritik terhadap agama kristen mencapai puncaknya dalam bukunya anti kristus.
        Agama kristen dinyatakan sebagai lambang pemutarbalikkan nilai – nilai, sebab jiwa kristiani menolak segala yang alamiah dan memusuhi segala yang nafsani. Pengertian Allah agama kristen adalah penertian yang paling rusak dari segala penertian tentang Allah, sebab Allah dipandang sebagai Allah anak – anak piatu, janda – janda dan orang sakit. Allah dipandang sebagai roh yang bertentangan sekali dengan hidup ini. Jiwa kristiani adalah jiwa yang tidak memberi penguasaan dan kebangsawanan. Semua itu harus dibongkar sehingga ditimbulkan nilai – nilai baru, moral tuan.
      Bagi Nietzsche peristiwa yang paling menonjol dalam sejarah di Barat pada zaman modern adalah bahwa Allah sudah mati. Dimaksudkan dengan itu ialah bahwa kepercayaan kristiani akan allah sudah layu dan hampir tidak mempunyai peranan riil lagi. Dan Nietzsche merasa terpanggil untuk mewujudkan sejarah baru tanpa tuhan. Jika Allah sudah mati, jika Allah kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi, itu berarti bahwa dunia sudah terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi kepada sesuatu di belakang atau di atas dunia dimana ia hidup, tetapi harus setia terhadap dunia ini.
      oleh Zain Muslim, Mahasiswa Kalimantan Selatan.



MAKALAH MASYARAKAT MADANI


PENDAHULUAN
Adanya beberapa kasus yang berkenaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap pemberitaan pers, baik melalui pemberitaan media elektronik maupun media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia ketika orde baru masih berkuasa, yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah masyarakat yang diambil oleh penguasa dengan alasan pembangunan.
Contoh lain juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers dengan adanya pembredelan beberapa media massa oleh penguasa, serta pembantaian para ulama atau kiyai dengan dalih dukun santet sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab.

Melihat bagian kecil dari realitas tersebut, apa yang kita pikirkan ketika kita mendengar atau melihat fenomena pembantaian massal ? Dan apa yang kita pikirkan ketika mendengar dan mengetahui penculikan para aktivis demokrasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia ? Serta apa yang anda lakukan ketika menyaksikan pembatasan ruang publik atau public sphere untuk mengemukakan pendapat dimuka umum ?

Pertanyaan – pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat atau masyarakat (civil) dalam konteks interaksi-relationship, baik antara rakyat dengan negara maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa kritis yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban.Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang yaitu masyarakat madani.

Oleh karena itu, di bawah ini akan kami uraikan lebih lanjut materi tentang masyarakat madani agar memberikan penjelasan lebih rinci lagi kepada kita bagaimana masyarakat madani dan apa pengertiannya, sejarah dan perkembangannya, pilar – pilar penegak terwujudnya masyarakat madani serta keterkaitannya masyarakat madani dengan proses demokrasi dan prospek masyarakat madani di Indonesia.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Menurut Zbigniew Rau dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet, masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah yang mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai – nilai yang mereka yakini. Masyarakat madani merupakan sebuah ruang yang babas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara.
Menurut Hang Sung-joo dengan latar belakang kasus Korea Selatan, masyarakat madani adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak – hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbatas dari negara, suatu rung publik yang mampu mengartikulasikan isu – isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen yang secara bersama – sama mengakui norma – norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini. Han sung-joo menekankan konsep adanya ruang publik serta mengandung empat ciri yaitu : diakui dan dilindunginya hak – hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri dari negara, adanya ruang publik yang memberikan kebabasan bagi siapa pun dalam mengartikulasikan isu – isu politik dan terdapatnya gerakan – gerakan kemasyarakatan yang berdasar pada nilai – nilai budaya tertentu serta terdapat kelompok inti di antara – antara kelompok pertengahan yang mengakar dalam masyarakat yang menggerakkan masyarakat dan melakukan modernisasi sosial ekonomi.
Definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam konteks Korea Selatan, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok – kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan – gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan – satuan dasar dari re produksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan – kepentingan mereka menurut prinsip – prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Di Indonesia, terma masyarakat madani mengalami penerjemahan berbeda – beda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Masyarakat madani penerjemahan dari istilah civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Menurutnya masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Terjemahan ini banyak diikuti oleh para cendikiawan dan ilmuan di Indonesia, seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam Raharjo, Azyumardi Azra dan sebagainya. Dan pada prinsipnya konsep masyarakat madani adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban serta menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan).
Masyarakat Sipil merupakan penurunan langsung dari terma civil society. Istilah ini banyak dikemukakan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat masyarakat dan negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara mendasar baru dan lebih baik.
Masyarakat Kewargaan; konsep ini pernah dibawakan dalam seminar nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia XII di Kupang NTT. Wacana ini digulirkan oleh M. Ryas Rasyid dengan tulisanya “perkembangan pemikiran masyarakat kewargaan'. Riswanda Immawan dengan karyanya “rekruitmen kepemimpinan dalam masyarakat kewargaan dalam politik malaysia”. Konsep ini merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga negara sebagai bagian integral negara
yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan dan kemajuan negara.
Civil Society; dengan tidak menerjemahkannya merupakan konsep yang digulirkan oleh muhammad AS. Hikam. Menurutnya pengertian civil society (dengan memegang konsep de Tocquiville) adalah wilayah – wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan kesukarelaan, keswasembadaan, kswadayaan, kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterkaitan dengan norma – norma atau nilai – nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Dan sebagai ruang politik, civil society merupakan suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkekang oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan – jaringan kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (the free public sphere) tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Berbagai pengistilahan tentang masyarakat madani di Indonesia tersebut, secara substansial bermuara pada perlunya penguatan masyarakat/warga dalam sebuah komunitas negara untuk mengimbangi dan mampu mengontrol kebijakan negara yang cenderung memposisikan warga negara sebagai subjek yang lemah. Untuk itu, maka diperlukan penguatan masyarakat sebagai prasyarat untuk mencapai kekuatan bargaining masyarakat yang cerdas di hadapan negara tersebut, dengan komponen terpentingnya adalah adanya sebuah lembaga swadaya masyarakat.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani haruslah di analisis secara historik. Karena memahami masyarakat madani terlebih dahulu harus dibangun paradigma bahwa konsep masyarakat madani bukan suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan merupakan sebuah wacana yang harus difahami sebagai sebuah proses.

Wacana masyarakat madani merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana masyarakat madani dapat di urutkan mulai dari Cicero sampai pada Antonio Gramschi serta de'Tocquiville. Bahkan menurut Manfred Ridel, Cohen dan Arato serta M. Dawam Raharjo, wacana masyarakat madani sudah mengemuka pada masa Aristoteles. Pada masa itu masyarakat madani difahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi- politik dan pengambilan keputusan.

Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero dengan istilahnya societies civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep negara kota yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi. Konsepsi masyarakat madani yang aksentuasinya pada sistem kenegaraan dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes dan Jhon locke. Menurut Hobbes masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak, agar mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga negara. Sementara menurut Jhon kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara. Konsekuensinya adalah masyarakat madani tidak boleh absolut dan harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proposional.

Pada tahun 1967, wacana masyarakat madani ini dikembangkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Skotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu.

Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dikemukakan oleh Thomas Paine yang menggunakan istilah masyarakat madani sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai anti tesis dari negara. Dengan demikian maka negara harus dibatasi sampai sekecil – kecilnya dan ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi tercipta kesejahteraan umum. Masyarakat madani menurut Paine adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.

Perkembangan civil society selanjtnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel, Karl Marx dan Antonio Gramschi. Menurut Hegel masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari negara. Menurut Ryas Rasyid erat kaitannya dengan fenomena masyarakat borjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan dari dominasi negara. Lebih lanjut Hegel mengatakan bahwa struktur sosial terbagi menjadi tiga entitas yaitu keluarga, masyarakat madani dan negara. Sedangkan Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai masyarakat borjuis dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Sementara Antonio Gramschi tidak memahami masyarakat madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis. Gramschi meletakkan masyarakat madani pada superstruktur, berdampingan dengan negara yang disebut sebagai political society. Pemahaman Gramschi memberikan tekanan pada kekuatan cendikiawan yang merupakan aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik.

Periode berikutnya, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Alexis de'Tocqueville yang berdasarkan pada pengalaman demokrasi Amerika dengan mengembangkan teori masyarakat madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Paradigma Tocqueville ini lebih menekankan pada masyarakat madani sebagai sesuatu yang tidak apriori subordinatif terhadap negara. Ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang untuk menahan kecenderungan intervensionis negara. Tidak hanya itu, ia bahkan menjadi sumber legitimasi negara serta pada saat yang sama mampu melahirkan kritis reflektif untuk mengurangi frekuensi konflik dalam masyarakat sebagai akibat proses formasi sosial modern.

C. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Karakteristik masyarakat madani antara lain :
  • Free public sphere
        Yaitu adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi – transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Habermas, lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat dan berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
  • Demokratis
    Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Deokrasi yaitu masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama.
  • Toleran
    Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing – masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang enak antara berbagai kelompok yang berbeda – beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari palaksanaan ajaran yang benar.
  • Pluralisme
    Pluralisme harus difahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari – hari. Pluralisme tidak bisa difahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif. Menurut Nurcholish Madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan – ikatan keadaban bahkan pluralisme juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawsan dan pengimbangan.
  • Keadilan sosial
    Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara essensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan – kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah atau penguasa.
    D. PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI
        Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi – institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan – kebijakan pemerintah yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar – pilar tersebut antara lain :
  • Lembaga Swadaya Masyarakat
    adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. Selain itu LSM dalam konteks masyarakat madani juga bertugas mengadakan empowering/pemberdayaan kepada masyarakat mengenai hal – hal yang signifikan dalam kehidupan sehari – hari seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program – program pembangunan masyarakat.
  • Pers
    Merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya. Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada adanya independensi pers serta mampu menyajikan berita secara objektif dan transparan.
  • Supremasi Hukum
    Setiap warga negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada aturan hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga negara dan antara warga negara dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara – cara yang damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma – norma hukum dan segala bentuk penindasan HAM sehingga terpola bentuk kehidupan yang civilized.
  • Perguruan Tinggi
    PT yakni tempat dimana civitas akademikanya merupakan bagian dari kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan – kebijakan pemerintah dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul – betul objektif, menyuarakan kepentingan masyarakat. Menurut Riswanda Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peran yang strategis dalam mewujudkan masyarakat madani yaitu : pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, membangun politacal safety net yakni dengan mengembangan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Political safety net ini setidaknya dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap informasi dan melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang santun, saling menghormati, demokratis serta meninggalkan cara – cara yang agitatif dan anarkis.
  • Partai politik
    Parpol merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hegemoni negara tetapi bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi politik warganegara, maka partai politik ini menjadi prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.
    E. MASYARAKAT MADANI DAN DEMOKRATISASI
        Hubungan antara masyarakat madani dengan demmokrasi menurut Dawam Raharjo bagaikan dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar.
      Dalam konteks ini, Nurcholish Madjid pun memberikan metefor tentang hubungan dan keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi ini. Menurutnya masyarakat madani merupakan rumah persemayam demokrasi. Perlambang demokrasinya adalah pemilu yang bebas dan rahasia, namun demokrasi tidak hanya bersemayam dalam pemilu, sebab jika demokrasi harus mempunyai rumah maka rumahnya adalah masyarakat madani.
    Larry Diamond secara sistematis menyebutkan ada enam kontribusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi. Yaitu ia menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi dan kebudayaan serta moral untuk mengawasi dan menjaga keimbangan pejabat negara. Pluralisme dalam masyarakat madani bila diorganisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. Memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Ikut menjaga stabilitas negara. Tempat menggembleng pimpinan politik serta menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
    Untuk menciptakan masyarakat madani yang kuat dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan demokrasi diperlukan strategi penguatan civil society lebih ditujukan ke arah pembentukan negara secara gradual dengan suatu masyarakat politik yang demokratis partisipatoris, reflektif dan dewasa yang mampu menjadi penyeimbang dan kontrol atas kecenderungan eksesif negara. Dalam masyarakat madani, warga negara disadarkan posisinya sebagai pemilik kedaulatan dan haknya untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat.
    Pada dasarnya dalam proses penegakan demokrasi secara keseluruhan, tidaklah bertolak penuh pada penguatan dan kekuatan masyarakat madani, sebab ia bukan penyelesai tunggal di tengah kompleksitas problematika demokrasi. Masyarakat madani lebih bersifat komplementer dari berbagai strategi demokrasi yang selama ini sudah berkembang. Bedanya jika dalam strategi konvensional lebih menekankan pada formulasi dari atas dengan bentuk institusionalisasi lembaga – lembaga politik, distribusi kekuasaan pemerintah, perwakilan berbagai golongan dan sebagainya. Sedangkan masyarakat madani lebih merupakan strategi yang berporos pada lapisan bawah yakni dengan bentuk pemberdayaan dan penguatan masyarakat sipil. Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokrasi, masyarakat madani memiliki persfektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spektrum yang luas dan berjangka panjang. Dalam persfektif masyarakat madani demokratisasi tidak hanya dimaknai sebagai posisi diametral dan antitesa negara, melainkan bergantung pada situasi dan kondisinya. Ada saatnya demokrasi melalui masyarakat madani harus garang dan keras terhadap pemerintah namun ada saatnya masyarakat madani juga haruss ramah dan lunak.
      Arief Budiman mengatakan bahwa berbicara mengenai demokrasi biasanya orang akan berbicara tentang interaksi antara negara dan masyarakat madani. Asumsinya adalah, jika masyarakat madani vis a vis negara relatif kuat maka demokrasi akan tetap berlangsung. Sebaliknya, jika negara kuat dan masyarakat madani lemah maka demokrasi tidak berjalan. Dengan demikian, demokratisasi difahami sebagai proses pemberdayaan masyarakat madani. Proses pemberdayaan tersebut akan terjadi jika apabila berbagai kelompok masyarakat dalam masyarakat madani mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik pada tingkat negara maupun masyarakat. Jika posisi kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi lebih kuat yang berarti juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidakadilan.
    Menurut Dawam Raharjo ada beberapa asumsi yang berkembang. Demokrasi dapat berkembang apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam atau dari diri sendiri, melalui perlawanan terhadap negara ataupun melalui proses pemberdayaan (termasuk oleh pemerintah). Demokratisasi hanya bisa berlangsung apabila peranan negara dikurangi atau dibatasi tanpa mengurangi efektivitas dan efesiensi institusi melalui interaksi, perimbangan dan pembagian kerja yang saling memperkuat antara negara dan pemerintah sendiri. Serta demokratisasi bisa berkembangan dengan meningkatkan kemandirian atau independensi masyarakat madani dari tekana dan kooptasi negara.
    F. MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
Berbicara mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus – kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga – lembaga non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control. Sejak zaman orde lama dengan rezim demokrasi terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai kontra-revolusi. Fenomena tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan publik dalam mengeluarkan pendapat.
      Sampai pada orde baru pun pengekangan demokrasi dan penindasan HAM tersebut kian terbuka seakan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh siapapun bahkan untuk segala usia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai contoh kasus yang terjadi pada masa itu misalnya kasus pembrendelan lembaga pers seperti AJI, DETIK dan TEMPO. Fenomena ini merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang kebebasan warga negara dalam menyakurkan aspirasinya di muka umum, apalagi ini dilakukan pada lembaga yang nota bene memiliki fungsi sebagai bagian dari social control dalam menganalisa dan mensosialisasikan berbagai kebijakan yang betul – betul merugikan masyarakat.
        Selain itu, banyak terjadi pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga baian dari penyelewengan dan penindasan HAM karena hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang bersifat semu. Disisi lain, pada era orde baru banyak terjadi tindakan – tindakan anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Hal ini salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada saat itu tidak dan belum menyadari pentingnya toleransi dan semangat pluralisme.
        Menurut Dawam ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia. Yaitu :
      1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik
      2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi, dan
      3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah
      demokratisasi.

KESIMPULAN
  1. masyarakat madani bukanlah suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan sebuah wacana
    yang harus difahami sebagai proses.
  2. Wacana masyarakat madani memerlukan prasyarat – prasyarat yang menjadi nilai universal
    dalam penegakkan masyarakat madani.
  3. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja,
    melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi
    masyarakat madani.
  4. Karakteristik masyarakat madani itu antara lain adanya free public sphere (ruang publik yang
    bebas), demokratis, sikap toleran, pluralisme dan adanya keadilan sosial.
  5. Pilar masyarakat madani yaitu suatu institusi yang menjadi bagian dari sosial kontrol yang
    berfungsi mengkritisi kebijakan – kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
    memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
  6. Diantara pilar – pilar penegak masyarakat madani seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Pers,
    Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi serta Partai Politik.
  7. Hubungan masyarakat madani dengan demokratisasi ko-eksistensi. Maksudnya hanya dalam
    masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam
    suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar. 
    oleh Zain Muslim, Mahasiswa Kalsel



MAKALAH SEJARAH DAKWAH

PENDAHULUAN
Adanya beberapa kasus yang berkenaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap pemberitaan pers, baik melalui pemberitaan media elektronik maupun media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia ketika orde baru masih berkuasa, yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah masyarakat yang diambil oleh penguasa dengan alasan pembangunan.
Contoh lain juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers dengan adanya pembredelan beberapa media massa oleh penguasa, serta pembantaian para ulama atau kiyai dengan dalih dukun santet sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab.

Melihat bagian kecil dari realitas tersebut, apa yang kita pikirkan ketika kita mendengar atau melihat fenomena pembantaian massal ? Dan apa yang kita pikirkan ketika mendengar dan mengetahui penculikan para aktivis demokrasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia ? Serta apa yang anda lakukan ketika menyaksikan pembatasan ruang publik atau public sphere untuk mengemukakan pendapat dimuka umum ?

Pertanyaan – pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat atau masyarakat (civil) dalam konteks interaksi-relationship, baik antara rakyat dengan negara maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa kritis yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban.Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang yaitu masyarakat madani.

Oleh karena itu, di bawah ini akan kami uraikan lebih lanjut materi tentang masyarakat madani agar memberikan penjelasan lebih rinci lagi kepada kita bagaimana masyarakat madani dan apa pengertiannya, sejarah dan perkembangannya, pilar – pilar penegak terwujudnya masyarakat madani serta keterkaitannya masyarakat madani dengan proses demokrasi dan prospek masyarakat madani di Indonesia.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Menurut Zbigniew Rau dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet, masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah yang mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai – nilai yang mereka yakini. Masyarakat madani merupakan sebuah ruang yang babas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara.
Menurut Hang Sung-joo dengan latar belakang kasus Korea Selatan, masyarakat madani adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak – hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbatas dari negara, suatu rung publik yang mampu mengartikulasikan isu – isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen yang secara bersama – sama mengakui norma – norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini. Han sung-joo menekankan konsep adanya ruang publik serta mengandung empat ciri yaitu : diakui dan dilindunginya hak – hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri dari negara, adanya ruang publik yang memberikan kebabasan bagi siapa pun dalam mengartikulasikan isu – isu politik dan terdapatnya gerakan – gerakan kemasyarakatan yang berdasar pada nilai – nilai budaya tertentu serta terdapat kelompok inti di antara – antara kelompok pertengahan yang mengakar dalam masyarakat yang menggerakkan masyarakat dan melakukan modernisasi sosial ekonomi.
Definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam konteks Korea Selatan, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok – kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan – gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan – satuan dasar dari re produksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan – kepentingan mereka menurut prinsip – prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Di Indonesia, terma masyarakat madani mengalami penerjemahan berbeda – beda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Masyarakat madani penerjemahan dari istilah civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Menurutnya masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Terjemahan ini banyak diikuti oleh para cendikiawan dan ilmuan di Indonesia, seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam Raharjo, Azyumardi Azra dan sebagainya. Dan pada prinsipnya konsep masyarakat madani adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban serta menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan).
Masyarakat Sipil merupakan penurunan langsung dari terma civil society. Istilah ini banyak dikemukakan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat masyarakat dan negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara mendasar baru dan lebih baik.
Masyarakat Kewargaan; konsep ini pernah dibawakan dalam seminar nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia XII di Kupang NTT. Wacana ini digulirkan oleh M. Ryas Rasyid dengan tulisanya “perkembangan pemikiran masyarakat kewargaan'. Riswanda Immawan dengan karyanya “rekruitmen kepemimpinan dalam masyarakat kewargaan dalam politik malaysia”. Konsep ini merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga negara sebagai bagian integral negara
yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan dan kemajuan negara.
Civil Society; dengan tidak menerjemahkannya merupakan konsep yang digulirkan oleh muhammad AS. Hikam. Menurutnya pengertian civil society (dengan memegang konsep de Tocquiville) adalah wilayah – wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan kesukarelaan, keswasembadaan, kswadayaan, kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterkaitan dengan norma – norma atau nilai – nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Dan sebagai ruang politik, civil society merupakan suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkekang oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan – jaringan kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (the free public sphere) tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Berbagai pengistilahan tentang masyarakat madani di Indonesia tersebut, secara substansial bermuara pada perlunya penguatan masyarakat/warga dalam sebuah komunitas negara untuk mengimbangi dan mampu mengontrol kebijakan negara yang cenderung memposisikan warga negara sebagai subjek yang lemah. Untuk itu, maka diperlukan penguatan masyarakat sebagai prasyarat untuk mencapai kekuatan bargaining masyarakat yang cerdas di hadapan negara tersebut, dengan komponen terpentingnya adalah adanya sebuah lembaga swadaya masyarakat.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani haruslah di analisis secara historik. Karena memahami masyarakat madani terlebih dahulu harus dibangun paradigma bahwa konsep masyarakat madani bukan suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan merupakan sebuah wacana yang harus difahami sebagai sebuah proses.

Wacana masyarakat madani merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana masyarakat madani dapat di urutkan mulai dari Cicero sampai pada Antonio Gramschi serta de'Tocquiville. Bahkan menurut Manfred Ridel, Cohen dan Arato serta M. Dawam Raharjo, wacana masyarakat madani sudah mengemuka pada masa Aristoteles. Pada masa itu masyarakat madani difahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi- politik dan pengambilan keputusan.

Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero dengan istilahnya societies civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep negara kota yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi. Konsepsi masyarakat madani yang aksentuasinya pada sistem kenegaraan dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes dan Jhon locke. Menurut Hobbes masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak, agar mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga negara. Sementara menurut Jhon kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara. Konsekuensinya adalah masyarakat madani tidak boleh absolut dan harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proposional.

Pada tahun 1967, wacana masyarakat madani ini dikembangkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Skotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu.

Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dikemukakan oleh Thomas Paine yang menggunakan istilah masyarakat madani sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai anti tesis dari negara. Dengan demikian maka negara harus dibatasi sampai sekecil – kecilnya dan ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi tercipta kesejahteraan umum. Masyarakat madani menurut Paine adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.

Perkembangan civil society selanjtnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel, Karl Marx dan Antonio Gramschi. Menurut Hegel masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari negara. Menurut Ryas Rasyid erat kaitannya dengan fenomena masyarakat borjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan dari dominasi negara. Lebih lanjut Hegel mengatakan bahwa struktur sosial terbagi menjadi tiga entitas yaitu keluarga, masyarakat madani dan negara. Sedangkan Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai masyarakat borjuis dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Sementara Antonio Gramschi tidak memahami masyarakat madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis. Gramschi meletakkan masyarakat madani pada superstruktur, berdampingan dengan negara yang disebut sebagai political society. Pemahaman Gramschi memberikan tekanan pada kekuatan cendikiawan yang merupakan aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik.

Periode berikutnya, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Alexis de'Tocqueville yang berdasarkan pada pengalaman demokrasi Amerika dengan mengembangkan teori masyarakat madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Paradigma Tocqueville ini lebih menekankan pada masyarakat madani sebagai sesuatu yang tidak apriori subordinatif terhadap negara. Ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang untuk menahan kecenderungan intervensionis negara. Tidak hanya itu, ia bahkan menjadi sumber legitimasi negara serta pada saat yang sama mampu melahirkan kritis reflektif untuk mengurangi frekuensi konflik dalam masyarakat sebagai akibat proses formasi sosial modern.

C. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Karakteristik masyarakat madani antara lain :
  • Free public sphere
        Yaitu adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi – transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Habermas, lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat dan berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
  • Demokratis
    Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Deokrasi yaitu masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama.
  • Toleran
    Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing – masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang enak antara berbagai kelompok yang berbeda – beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari palaksanaan ajaran yang benar.
  • Pluralisme
    Pluralisme harus difahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari – hari. Pluralisme tidak bisa difahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif. Menurut Nurcholish Madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan – ikatan keadaban bahkan pluralisme juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawsan dan pengimbangan.
  • Keadilan sosial
    Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara essensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan – kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah atau penguasa.
    D. PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI
        Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi – institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan – kebijakan pemerintah yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar – pilar tersebut antara lain :
  • Lembaga Swadaya Masyarakat
    adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. Selain itu LSM dalam konteks masyarakat madani juga bertugas mengadakan empowering/pemberdayaan kepada masyarakat mengenai hal – hal yang signifikan dalam kehidupan sehari – hari seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program – program pembangunan masyarakat.
  • Pers
    Merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya. Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada adanya independensi pers serta mampu menyajikan berita secara objektif dan transparan.
  • Supremasi Hukum
    Setiap warga negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada aturan hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga negara dan antara warga negara dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara – cara yang damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma – norma hukum dan segala bentuk penindasan HAM sehingga terpola bentuk kehidupan yang civilized.
  • Perguruan Tinggi
    PT yakni tempat dimana civitas akademikanya merupakan bagian dari kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan – kebijakan pemerintah dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul – betul objektif, menyuarakan kepentingan masyarakat. Menurut Riswanda Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peran yang strategis dalam mewujudkan masyarakat madani yaitu : pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, membangun politacal safety net yakni dengan mengembangan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Political safety net ini setidaknya dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap informasi dan melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang santun, saling menghormati, demokratis serta meninggalkan cara – cara yang agitatif dan anarkis.
  • Partai politik
    Parpol merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hegemoni negara tetapi bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi politik warganegara, maka partai politik ini menjadi prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.
    E. MASYARAKAT MADANI DAN DEMOKRATISASI
        Hubungan antara masyarakat madani dengan demmokrasi menurut Dawam Raharjo bagaikan dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar.
      Dalam konteks ini, Nurcholish Madjid pun memberikan metefor tentang hubungan dan keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi ini. Menurutnya masyarakat madani merupakan rumah persemayam demokrasi. Perlambang demokrasinya adalah pemilu yang bebas dan rahasia, namun demokrasi tidak hanya bersemayam dalam pemilu, sebab jika demokrasi harus mempunyai rumah maka rumahnya adalah masyarakat madani.
    Larry Diamond secara sistematis menyebutkan ada enam kontribusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi. Yaitu ia menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi dan kebudayaan serta moral untuk mengawasi dan menjaga keimbangan pejabat negara. Pluralisme dalam masyarakat madani bila diorganisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. Memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Ikut menjaga stabilitas negara. Tempat menggembleng pimpinan politik serta menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
    Untuk menciptakan masyarakat madani yang kuat dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan demokrasi diperlukan strategi penguatan civil society lebih ditujukan ke arah pembentukan negara secara gradual dengan suatu masyarakat politik yang demokratis partisipatoris, reflektif dan dewasa yang mampu menjadi penyeimbang dan kontrol atas kecenderungan eksesif negara. Dalam masyarakat madani, warga negara disadarkan posisinya sebagai pemilik kedaulatan dan haknya untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat.
    Pada dasarnya dalam proses penegakan demokrasi secara keseluruhan, tidaklah bertolak penuh pada penguatan dan kekuatan masyarakat madani, sebab ia bukan penyelesai tunggal di tengah kompleksitas problematika demokrasi. Masyarakat madani lebih bersifat komplementer dari berbagai strategi demokrasi yang selama ini sudah berkembang. Bedanya jika dalam strategi konvensional lebih menekankan pada formulasi dari atas dengan bentuk institusionalisasi lembaga – lembaga politik, distribusi kekuasaan pemerintah, perwakilan berbagai golongan dan sebagainya. Sedangkan masyarakat madani lebih merupakan strategi yang berporos pada lapisan bawah yakni dengan bentuk pemberdayaan dan penguatan masyarakat sipil. Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokrasi, masyarakat madani memiliki persfektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spektrum yang luas dan berjangka panjang. Dalam persfektif masyarakat madani demokratisasi tidak hanya dimaknai sebagai posisi diametral dan antitesa negara, melainkan bergantung pada situasi dan kondisinya. Ada saatnya demokrasi melalui masyarakat madani harus garang dan keras terhadap pemerintah namun ada saatnya masyarakat madani juga haruss ramah dan lunak.
      Arief Budiman mengatakan bahwa berbicara mengenai demokrasi biasanya orang akan berbicara tentang interaksi antara negara dan masyarakat madani. Asumsinya adalah, jika masyarakat madani vis a vis negara relatif kuat maka demokrasi akan tetap berlangsung. Sebaliknya, jika negara kuat dan masyarakat madani lemah maka demokrasi tidak berjalan. Dengan demikian, demokratisasi difahami sebagai proses pemberdayaan masyarakat madani. Proses pemberdayaan tersebut akan terjadi jika apabila berbagai kelompok masyarakat dalam masyarakat madani mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik pada tingkat negara maupun masyarakat. Jika posisi kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi lebih kuat yang berarti juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidakadilan.
    Menurut Dawam Raharjo ada beberapa asumsi yang berkembang. Demokrasi dapat berkembang apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam atau dari diri sendiri, melalui perlawanan terhadap negara ataupun melalui proses pemberdayaan (termasuk oleh pemerintah). Demokratisasi hanya bisa berlangsung apabila peranan negara dikurangi atau dibatasi tanpa mengurangi efektivitas dan efesiensi institusi melalui interaksi, perimbangan dan pembagian kerja yang saling memperkuat antara negara dan pemerintah sendiri. Serta demokratisasi bisa berkembangan dengan meningkatkan kemandirian atau independensi masyarakat madani dari tekana dan kooptasi negara.
    F. MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
Berbicara mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus – kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga – lembaga non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control. Sejak zaman orde lama dengan rezim demokrasi terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai kontra-revolusi. Fenomena tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan publik dalam mengeluarkan pendapat.
      Sampai pada orde baru pun pengekangan demokrasi dan penindasan HAM tersebut kian terbuka seakan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh siapapun bahkan untuk segala usia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai contoh kasus yang terjadi pada masa itu misalnya kasus pembrendelan lembaga pers seperti AJI, DETIK dan TEMPO. Fenomena ini merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang kebebasan warga negara dalam menyakurkan aspirasinya di muka umum, apalagi ini dilakukan pada lembaga yang nota bene memiliki fungsi sebagai bagian dari social control dalam menganalisa dan mensosialisasikan berbagai kebijakan yang betul – betul merugikan masyarakat.
        Selain itu, banyak terjadi pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga baian dari penyelewengan dan penindasan HAM karena hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang bersifat semu. Disisi lain, pada era orde baru banyak terjadi tindakan – tindakan anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Hal ini salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada saat itu tidak dan belum menyadari pentingnya toleransi dan semangat pluralisme.
        Menurut Dawam ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia. Yaitu :
      1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik
      2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi, dan
      3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah
      demokratisasi.

KESIMPULAN
  1. masyarakat madani bukanlah suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan sebuah wacana
    yang harus difahami sebagai proses.
  2. Wacana masyarakat madani memerlukan prasyarat – prasyarat yang menjadi nilai universal
    dalam penegakkan masyarakat madani.
  3. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja,
    melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi
    masyarakat madani.
  4. Karakteristik masyarakat madani itu antara lain adanya free public sphere (ruang publik yang
    bebas), demokratis, sikap toleran, pluralisme dan adanya keadilan sosial.
  5. Pilar masyarakat madani yaitu suatu institusi yang menjadi bagian dari sosial kontrol yang
    berfungsi mengkritisi kebijakan – kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
    memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
  6. Diantara pilar – pilar penegak masyarakat madani seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Pers,
    Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi serta Partai Politik.
  7. Hubungan masyarakat madani dengan demokratisasi ko-eksistensi. Maksudnya hanya dalam
    masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam
    suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar. 
    oleh Zain Muslim, Mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin.
























KUMPULAN MAKALAH PERGURUAN TINGGI


TUGAS MIDLE TEST MATA KULIAH DASAR - DASAR BKI
N A M A : ZAIN MUSLIM
NIM : 1001340988

1. Sebagai makhluk individual, manusia punya ciri khusus yang membedakannya dengan makhluk lain.
Jelaskan ciri khusus tersebut dalam kaitannya dengan bimbingan Konseling Islam !
JAWABAN
Manusia sebagai makhluk individual mempunyai ciri khusus yang membedakannya dengan makhluk yang lainnya. Manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satu kesatuan yang utuh tidak terpisah, yaitu adanya unsur jasmani dan rohani. Manusia memiliki sifat – sifat utama seperti akal dan hati nurani. Manusia juga harus bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Di samping kemampuan jasmani, Allah juga memberikan manusia anugerah yang lain yaitu kemampuan rohani. Kemampuan rohani ini yang jauh lebih tinggi dibanding makhluk lainnya. Kemampuan rohani yang dimiliki manusia banyak disebutkan dalam Al Quran dan Hadist Nabi seperti akal, hati nurani, penglihatan dan pendengaran. Maka dari itu manusia disebut makhluk monopluralis atau wahdatul 'anasir karena memiliki unsur cipta, rasa dan karsa. Namun manusia memiliki eksistensinya sendiri. Segala sesuatu yang diciptakan Allah mempunyai kadar dan ukuran. Maksudnya selain dalam penciptaan, Allah menciptakannya dengan ukuran yang baik atau harmonis tetapi juga dengan kadar kemampuan masing – masing yang berbeda. Sebagai individu, setiap manusia bertugas memperhatikan dirinya sendiri, segala kepentingannya sendiri bukan cuma kepentingan orang lain.
2. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendirian, pasti membutuhkan kehadiran orang lain untuk melaksanakan aktivitas sehari hari. Mengapa ketika memberikan bimbingan dan konseling pada orang lain, tinjauan dari sudut sosial sangat diperlukan. Jelaskan !
JAWABAN
Tinjauan dari sudut sosial sangatlah penting dalam memberikan penyuluhan atau bimbingan dan konseling kepada orang lain. Karena, secara naluriah, kodrati atau fitrahi manusia memerlukan orang lain dalam kehidupannya sehari – hari. Begitu manusia dilahirkan, ia memerlukan interaksi atau berkomunikasi dengan orang tunya untuk bisa bertahan hidup (meminta perlindungan dan bantuan makanan). Secara kodrati, artinya memang sudah demikianlah diciptakan Tuhan, manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang memerlukan sesamanya atau orang lain untuk pertumbuhan dan perkembangannya dan tanpa adanya orang lain manusia tidak akan menjadi manusia.
    3. Al Quran surah Al Baqarah ayat 155 – 157
    Dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 155 – 157 ini, Allah menjelaskan bahwa manusia Allah ciptakan suatu perasaan ketakutan, kegelisahan, cobaan dan musibah kepada manusia. Allah memberikan petunjuk kepada manusia agar selalu bersifat sabar dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini agar mendapat rahmat dan berkah yang sempurna dari Allah. Sesungguhnya Allah bersama orang – orang yang sabar dan mencintai orang – orang yang sabar. Manusia tidak lepas dari masalah dalam kehidupan ini. Setiap manusia Allah berikan cobaan dan ujian dalam hidup, tinggal manusia itu bisa berlaku atau bersikap sabar atau tidak dalam menjalani cobaan dalam hidup ini. Apabila manusia bisa bersifat sabar maka pikiran dan hatinya menjadi tenang dan dia akan bisa jalani hidup dengan bahagia. Manusia juga Allah ciptakan rasa takut, rasa takut kehilangan hartanya, rasa takut kehilangan orang yang dicintainya dan lain – lain. Maka hendaknya, kita agar selalu dekat dngan Allah agar hidup kita selalu berada dalam kebenaran dan ketenangan baik ketenangan batin atau pun jiwa.
    4. ARTIKEL TENTANG FITRAH MANUSIA MENURUT ISLAM
      Ajaran Agama Islam turun dari Allah Swt. dan disesuaikan dengan fitrah manusia.Fitrah manusia diantaranya adanya kebebasan Selama ini mungkin manusia ada yang menganggap bahwa Ajaran Agama Islam bagi manusia itu banyak aturan yang serba terikat dan tidak bebas. Padahal diantara kenikmatan yang kita rasakan dalam hidup ini ialah kebebasan. Bukankah pada dasarnya manusia lebih menghargai kebebasan daripada sekedar kehidupan. Allah tidak mengabaikan fitrah manusia, Allah menghargai kebebasan manusia. Firman Allah : “Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah” (QS. Al Baqarah : 256).
          Manusia pada kodrat dan fitrahnya mencintai kebaikan dan cenderung kepadanya. Tidak ada manusia yg mencintai kejahatan dan cenderung kepadanya. Kalau ternyata, ada yg berbuat jahat, sebenarnya dalam pribadinya saat itu sedang terjadi pro dan kontra. Apa yg sedang diperbuatnya tersebut, sebenarnya tidak sesuai dengan hati nuraninya. Ketakaburan dan gengsinyalah yang membuat orang sulit bersedia mundur dari perbuatannya yg salah. Manusia Adalah Makhluk Individu Yang Bermusyawarah. bahwa pada dasarnya manusia makhluk yg lemah tapi bandel. Dikala ia susah, ia mengeluh dan mohon pertolongan pada Tuhan. Jika suka datang, dia lupa lagi pada yang dimintai tolong. Manusia Ciptaan Yang Terbaik, karena manusia memiliki hawa nafsu yang senantiasa mengusik manusia untuk melanggar perintah-perintahNya. Andai seseorang berhasil mengalahkan hawa nafsunya, maka ia naik tingkat yang sangat tinggi. Manusia juga menjadi Khalifah di Muka Bumi.
          Di dalam diri manusia yang telah dewasa terdapat tiga unsur daya jiwa, yaitu Akal, Rasa, dan Iman. Antara rasa dan akal sering timbul ketegangan - ketegangan, konflik-konflik, pertentangan-pertentangan dan ketidak sepakatan. Tiap kali hal tersebut terjadi, iman bertindak sebagai wasit, pendamai.Manusia dalam hidupnya selalu mencari tiga hal, yaitu Keindahan Kebenaran, Kebaikan dan keadilan. Manusia bisa hidup bahagia seandainya ia telah mampu membentuk perpaduan yang harmonis antara ketiga daya jiwa tersebut, di mana tak ada satu daya jiwa mendominasi daya jiwa yg lain. Oleh karena itu, bersyukurlah manusia yang telah diciptakan oleh Allah sebaik - baik makhluk dan apabila terpenuhinya ketiga unsur tersebut maka itulah tanda bahwa seseorang telah berhasil membawa missinya, dan dialah yang berhak disebut insan kamil.
    Artikel : Zain Muslim, Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin.



























TUGAS MIDLE TES DOSEN PENGASUH
Bimb. Konseling Islam Drs. H. Syarifuddin, M.Ag



Tugas Midtes Bimbingan Konseling Islam









DISUSUN
O
L
E
H

ZAIN MUSLIM
1001340988


KEMENTERIAN AGAMA R.I
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
BANJARMASIN 2011