The Zain

/home/puskom35/Downloads/cooltext531071763.png

Minggu, 01 Mei 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH

PENDAHULUAN
A. TUJUAN
  1. Mengetahui sejarah perkembangan ilmu Ushul fiqih
  2. Mengetahui sejarah sebelum dan sesudah pembukuan ushul fiqih
  3. Memunuhi tugas mata kuliah ushul fiqih

B. LATAR BELAKANG
Pada zaman Nabi Muhammad, hukum-hukum diambil dari wahyu atau al-Quran dan penjelasan oleh Nabi Muhammad yaitu as Sunnah. Segala masalah yang timbul akan dirujuk kepada Rasulullah Saw dan Nabi akan menjawab secara berdasarkan ayat al-Quran yang diturunkan atau penjelasan Nabi sendiri. Namun, terdapat sebagian Sahabat yang tidak dapat merujuk kepada Nabi lantaran berada di tempat yang jauh dari beliau, misalnya Muaz bin Jabal yang diutuskan ke Yaman. Baginda membenarkan Muaz berijtihad dalam perkara yang tidak ditemui ketentuan di dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Setelah wafatnya Nabi,permasalahan yang timbul dirujuk kepada para Sahabat. Mereka mampu mengistinbat hukum terus dari al-Quran dan as-Sunnah karena penguasaan bahasa Arab yang baik, mempunyai pengetahuan mengenai sabab an-nuzul sesuatu ayat atau sabab wurud al-hadis dan mereka merupakan para Perawi Hadis.
Hal ini menjadikan para Sahabat mempunyai kepakaran yang cukup untuk mengistinbatkan hukum-hukum. Mereka menetapkan hukum dengan merujuk kepada al-Quran dan as-Sunnah. Sekiranya mereka tidak menemui sebarang ketetapan hukum tentang sesuatu masalah, mereka akan berijtihad dengan menggunakan kaedah qias. inilah cara yang dilakukan oleh para mujtahid dalam kalangan para Sahabat seperti Saidina Abu Bakar as-Siddiq, Saidina Umar bin al-Khattab, Saidina Uthman bin Affan dan Saidina Ali bin Abu Thalib. Sekiranya mereka mencapai kata sepakat dalam sesuatu hukum maka berlakulah ijma'.
Cara ulama' mengambil hukum tidak jauh beda dengan zaman Sahabat karena jarak masa mereka dengan wafatnya Rasul tidak terlalu jauh. Yang membedakannya ialah sekiranya sesuatu hukum tidak terdapat dalam al-Quran, as-Sunnah dan Ijma', mereka akan merujuk kepada pandangan para Sahabat sebelum berijtihad. Oleh sebab itu, idea untuk menyusun ilmu Usul al-Fiqh belum lagi muncul ketika itu. Inilah cara yang digunakan oleh para mujtahid dalam kalangan tabi'in seperti Sa'id bin al-Musayyib, 'Urwah bin az-Zubair, al-Qadi Syarih dan Ibrahim an-Nakha'i.
Pada masa itu, banyak timbul masalah baru yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam al-Quran dan as-Sunnah secara jelas. Hal ini menyebabkan para ulama mulai menyusun kaidah – kaidah tertentu yang dinamakan “Ushul Fiqih” untuk dijadikan sebagai landasan ijtihad mereka. Agar lebih jelasnya akan dipaparkan lebih lanjut di bawah ini.
















PEMBAHASAN
A. USHUL FIQIH SEBELUM PEMBUKUAN
Penarikan hukum melalui istidlal baru dilakukan generasi sahabat setelah Nabi wafat, dengan kaidah – kaidah walaupun tidak mereka jelaskan secara lugas. Kaidah – kaidah tersebut merupakan malakah yang melekat erat dengan mereka, karena kemurnian dan kedalaman pengetahuan atau penguasaan bahasa, maqashid syariah, asbab al wurud dan asbab al nuzul serta cara berpikir yang masih bersih. Apalagi mereka dididik secara langsung oleh Nabi Muhammad dan mengalami masa penurun wahyu. Demikian pula generasi tabiin, malakah tersebut di atas masih menjadi bagian kehidupan mereka, sehingga belum membutuhkan kaidah dalam bentuk tertulis. Kondisi ini berlanjut hingga abad ke-2 Hijriyah atau generasi tabi' tabiin.
B. SESUDAH PEMBUKUAN USHUL FIQIH
a. Masa Imam Syafii (w. 204 H)
Semakin meluasnya futuhat mengakibatkan komposisi warga negara menjadi heterogen. Interaksi yang terjadi antar bangsa yang memiliki latar belakang yang berbeda berpengaruh negatif pada bahasa arab. Akibatnya ujmah merajalela, malakah melemah, sehingga pemahaman teks – teks al kitab dan sunnah tidak lagi mengandalkan malakah. Saat itulah kebutuhan penulisan kaidah – kaidah mendesak dilakukan. Hal ini disadari oleh Al Hafiz Abdurrahman bin Mahdy. Beliau meminta Imam Syafii membukukan kaidah – kaidah yang diperlukan untuk memahami al kitab dan sunnah. Hasil pembukuan itu dikenal dengan ar Risalah.
b. Abad ke-3 dan ke-4 Hijriyah
Abad ini lebih diwarnai dengan penulisan syarah atas kitab ar Risalah. Syarah atas ar risalah dikarang oleh Abu Bakar al Shairafy (w.230 H), Hassan bin Muhammad al Qurasy al Umawy (w.349 H), Al Qaffal al Kabir al Syasy (w.365 H), Al Hafiz Abu Bakar al Jauzaqy (w.377 H), Abu Zayd al Jazuly, Yusuf bin Umar, Ibn al Faqihany dan Abu Qasim Isa bin Najy. Tapi sayang, tak satupun karangan mereka sampai pada masa kita. Beberapa ulama juga mulai menulis tema – tema yang berkaitan dengan ushul fiqih yang belum disinggung oleh Imam Syafii dalm ar Risalah, seperti Ahmad bin Hambal yang mengarang kitab Tha'at al Rasul dan kitab Nasikh wa al Mansukh.
    c. Awal dan pertengahan Abad ke-5 Hijriyah
    Merupakan abad yang sarat dengan penulisan ushul fiqih, dengan masih eksisnya mu'tazilah dan asy'ariyyah. Ushul fiqih ditulis dengan dasar yang berbeda. Ulama masa ini antara lain Al Qadly Abu Bakar al Baqillany al Maliky (w.403 H) dengan kitab al Taqrib wa al Irsyad, Al Qadly Abdul Jabbar al Hamadzany al Mu'tazily (w.415H) dengan kitab al 'Ahd dan al 'Umdah dan Abu al Husain al Bashry al Mu'tazily (w.437H) dengan kitab al Mu'tamad ringkasan syarah al ahd yang ia tulis terlebih dahulu.
    Pertengahan abad ke-5 H, tokoh yang terkenal adalah Imam al Haramain (w.478 H) dengan bukunya al Burhan, al Talkhis dan al Waraqat. Murid beliau al Ghazali (w.505 H) menulis kitab al Musthasfa. Semua ulama ini mengikuti thariqah mutakallimin.
    d. Abad ke-6 H dan permulaan abad ke-7 Hijriyah
    Fakhruddin ar Razy (w.606 H) menulis al Mahshul yang ia ringkas al 'Ahd, al Mu'tamad, al Burhan dan al Mustashfa. al Amidy juga meringkas empat kitab tersebut dalam kitabnya al Ihkam fi Ushul al Ahkam. Kemudian al Mahshul diringkas oleh Tajuddin al Armawy (w.682H) dalam kitabnya al Tahshil. Dari kedua kitab ini, al Qarafy mengambil kaidah – kaidah dan beberapa maqaddimah dan menuliskannya dalam kitab al Tanqihaat. Beliau juga menulis syarah atas kitab al Mahshul, dan diberi nama Nafais al Ushul fi Syarh al Mahshul. Perhatian serupa juga diberikan pada kitab al Ihkam. Ibn al Hajib meringkasnya dalam dua ringkasan, al Mukhtashar al Kabir atau Muntaha al Suul wa al Amal fi'Ilmay al Ushul wa al Jadal dan kitab Mukhtashar al Muntaha.
    e. Abad ke-7 Hijriyah
    Ada tiga kecenderungan penulisan pada abad ini, yaitu meringkas, syarh dan tabwiib. Keterangan ini berkaitan dengan ushul fiqih yang penulisannya menggunakan metode mutakallimin. Perjalanan selanjutnya didominasi syarh dan tahsyiyah serta taqrirat. Hingga akhirnya Al Syaukani (w.1255 H) menulis kitab Irsyad al Fuhul.
    f. Abad ke-19 sampai sekarang
    Pada abad ke-19 hingga sekarang ini, penulisan ushul fiqih lebih merupakan perubahan dalam penyampaian dengan bahasa yang sesuai dengan zaman semata.
    C. METODE PENULISAN USHUL FIQIH
    Perlu diketahui bahwa setiap mahzab fiqih mempunyai ushul fiqih. Hanya saja, metode penulisan mereka berbeda, yaitu antara lain :
    1. Dengan metode mutakallimin
    Metode penulisan ushul fiqihini memakai pendekatan logika/mantiq, teoritik/furudl nadzariyyah dalam merumuskan kaidah, tanpa mengaitkannya dengan furu'. Tujuan mereka adalah mendapatkan kaidah yang memiliki justifikasi kuat. Kaidah ushul yang dihasilkan metode ini memiliki kecenderungan mengatur furu' atau hakimah, lebih kuat dalam tahqiq al masail dan tamhish al khilafat. Metode ini jauh dari ta'asshub karena memberikan istidlal aqly porsi yang sangat besar dalam perumusan. Hal ini bisa dilihat pada Imam al Maramain yang kadang berseberangan dengan ulama lain. Di anut oleh Syafiiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan kaum Syiah.
    2. Dengan metode fuqaha
    Tidak diperdebatkan bahwa Abu Hanifah memiliki kaidah ushul yang beliau gunakan dalam istinbath. Hal ini terlihat dari manhaj beliau mengambil ijma sahabat, jika terjadi perbedaan memilih salah satu dan tidak keluar dari pendapat yang ada, beliau tidak menilai pendapat tabiin sebagai hujjah. Namun, karena tidak meninggalkan kaidah tersebut dalam bentuk tertulis, pengikut beliau mengumpulkan masail/furu' fiqhiyyah, mengelompokkan furu' yang memiliki kesamaan dan menyimpulkan kaidah ushul darinya. Metode ini dianut oleh mahzab Hanafiyyah. Sering pula difahami sebagai takhrij al ushul min al furu'. Metode ini kebalikkan dari metode mutakallimin, hal ini terlihat misalnya, pada perkataan Abu Bakar al Jashash (w.370 H) pada saat menyatakan suatu kaidah ushul furu (yang diriwayatkan dari) Ashabina menunjukkan kaidah ini. Demikian pula dengan al Bazdawy (w.730 H). metode ini memiliki ciri khas antara lain :
    - kaidah ushul mengikuti tabi'ah furu'
    - banyak menyebutkan furu' dan syawahid, dan
    - kadang, suatu masalah fiqhiyyah memiliki kaidah ushul tersendiri, karena masalah tersebut
    tidak bisa dimasukkan pada kaidah lain atau menambahkan qayd.
    Contoh kitab karangan dalam metode ini seperti Ushul al Karkhy karangan Abu al Husain al Karkhy (w.260 H), Ushul al Jashash karangan Abu Bakar al Jashash yang ditulis sebagai mukaddimah kitab Ahkam al Quran, Ta'sis al Nadzar karangan Ubaidillah bin Umar al Dabusy (w.430 H), Kanz al Wushul ila Ma'rifat al Ushul karangan Fakhr al Islam 'Aly bin Muhammad al Bazdawy. Kitab ini disyarahi oleh Abdul Aziz al Bukhari (w.730 H) dalam kitabnya Kasyf al Asrar.
    D. PEMBAHASAN DALAM USHUL FIQIH
    1. Dalil-dalil syarak: merangkumi dalil – dalil yang disepakati dan dalil – dalil yang tidak
    disepakati.
    2. Dilalah (دلالة): merangkumi kaedah-kaedah istinbat hukum dari nas-nas al-Quran dan as-
    Sunnah.
    3. Ta'arudh dan Tarjih (تعارض وترجيح): perbahasan tantang percanggahan antara dalil-dalil serta
    Jalan jalan penyelesaiannya.
    Ijtihad dan Mujtahid: merangkumi persoalan taqlid dan muqallid.
    4. Hukum-hukum Kulli: merangkumi hukum-hukum taklifi dan hukum wad'ie.

    PENUTUP
    A. KESIMPULAN
    1. Perkembangan ilmu ushul fiqih bermula dari zaman Rasulullah hukum – hukum diambil dari al
    Quran dan Sunnah, para sahabat, tabi'in sampai abad sekarang.
    2. Ilmu Usul al-Fiqh disusun sebagai satu ilmu yang tersendiri di dalam sebuah kitab berjudul ar-
    Risalah karangan al-Imam Muhammad bin Idris as-Syafie. Kitab ini membincangkan tentang al-
    Quran dan as-Sunnah dari segi kehujahan serta kedudukan kedua-duanya sebagai sumber
    penentuan hukum.
    3. Ilmu Usul al-Fiqh membawa definisi ilmu tentang kaedah-kaedah mengistinbat hukum-
    hukum syarak yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf dari dalil-dalil tafsili.













































DAFTAR PUSTAKA
  • Muhammad bin Ariffin, Muhammad Zaini bin Yahya, Afandi bin Sahi, 2004. Pendidikan Syariah Islamiah Tingkatan 4. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
  • Mohammad Hashim Kamali, 1999. Principles of Islamic Jurisprudence (Second Revised Edition). Selangor Darul Ehsan: Ilmiah Publishers Sdn. Bhd.
  • Artikel diambil dari http//:halaqah.net, perkembangan sejarah ushul fiqih.
    oleh Zain Muslim, Mahasiswa Kalimantan Selatan.

1 komentar: