The Zain

/home/puskom35/Downloads/cooltext531071763.png

Sabtu, 30 April 2011

MAKALAH SEJARAH DAKWAH

PENDAHULUAN
Adanya beberapa kasus yang berkenaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap pemberitaan pers, baik melalui pemberitaan media elektronik maupun media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia ketika orde baru masih berkuasa, yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah masyarakat yang diambil oleh penguasa dengan alasan pembangunan.
Contoh lain juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers dengan adanya pembredelan beberapa media massa oleh penguasa, serta pembantaian para ulama atau kiyai dengan dalih dukun santet sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab.

Melihat bagian kecil dari realitas tersebut, apa yang kita pikirkan ketika kita mendengar atau melihat fenomena pembantaian massal ? Dan apa yang kita pikirkan ketika mendengar dan mengetahui penculikan para aktivis demokrasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia ? Serta apa yang anda lakukan ketika menyaksikan pembatasan ruang publik atau public sphere untuk mengemukakan pendapat dimuka umum ?

Pertanyaan – pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat atau masyarakat (civil) dalam konteks interaksi-relationship, baik antara rakyat dengan negara maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa kritis yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban.Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang yaitu masyarakat madani.

Oleh karena itu, di bawah ini akan kami uraikan lebih lanjut materi tentang masyarakat madani agar memberikan penjelasan lebih rinci lagi kepada kita bagaimana masyarakat madani dan apa pengertiannya, sejarah dan perkembangannya, pilar – pilar penegak terwujudnya masyarakat madani serta keterkaitannya masyarakat madani dengan proses demokrasi dan prospek masyarakat madani di Indonesia.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Menurut Zbigniew Rau dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet, masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah yang mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai – nilai yang mereka yakini. Masyarakat madani merupakan sebuah ruang yang babas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara.
Menurut Hang Sung-joo dengan latar belakang kasus Korea Selatan, masyarakat madani adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak – hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbatas dari negara, suatu rung publik yang mampu mengartikulasikan isu – isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen yang secara bersama – sama mengakui norma – norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini. Han sung-joo menekankan konsep adanya ruang publik serta mengandung empat ciri yaitu : diakui dan dilindunginya hak – hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri dari negara, adanya ruang publik yang memberikan kebabasan bagi siapa pun dalam mengartikulasikan isu – isu politik dan terdapatnya gerakan – gerakan kemasyarakatan yang berdasar pada nilai – nilai budaya tertentu serta terdapat kelompok inti di antara – antara kelompok pertengahan yang mengakar dalam masyarakat yang menggerakkan masyarakat dan melakukan modernisasi sosial ekonomi.
Definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam konteks Korea Selatan, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok – kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan – gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan – satuan dasar dari re produksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan – kepentingan mereka menurut prinsip – prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Di Indonesia, terma masyarakat madani mengalami penerjemahan berbeda – beda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Masyarakat madani penerjemahan dari istilah civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Menurutnya masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Terjemahan ini banyak diikuti oleh para cendikiawan dan ilmuan di Indonesia, seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam Raharjo, Azyumardi Azra dan sebagainya. Dan pada prinsipnya konsep masyarakat madani adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban serta menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan).
Masyarakat Sipil merupakan penurunan langsung dari terma civil society. Istilah ini banyak dikemukakan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat masyarakat dan negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara mendasar baru dan lebih baik.
Masyarakat Kewargaan; konsep ini pernah dibawakan dalam seminar nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia XII di Kupang NTT. Wacana ini digulirkan oleh M. Ryas Rasyid dengan tulisanya “perkembangan pemikiran masyarakat kewargaan'. Riswanda Immawan dengan karyanya “rekruitmen kepemimpinan dalam masyarakat kewargaan dalam politik malaysia”. Konsep ini merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga negara sebagai bagian integral negara
yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan dan kemajuan negara.
Civil Society; dengan tidak menerjemahkannya merupakan konsep yang digulirkan oleh muhammad AS. Hikam. Menurutnya pengertian civil society (dengan memegang konsep de Tocquiville) adalah wilayah – wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan kesukarelaan, keswasembadaan, kswadayaan, kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterkaitan dengan norma – norma atau nilai – nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Dan sebagai ruang politik, civil society merupakan suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkekang oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan – jaringan kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (the free public sphere) tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Berbagai pengistilahan tentang masyarakat madani di Indonesia tersebut, secara substansial bermuara pada perlunya penguatan masyarakat/warga dalam sebuah komunitas negara untuk mengimbangi dan mampu mengontrol kebijakan negara yang cenderung memposisikan warga negara sebagai subjek yang lemah. Untuk itu, maka diperlukan penguatan masyarakat sebagai prasyarat untuk mencapai kekuatan bargaining masyarakat yang cerdas di hadapan negara tersebut, dengan komponen terpentingnya adalah adanya sebuah lembaga swadaya masyarakat.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani haruslah di analisis secara historik. Karena memahami masyarakat madani terlebih dahulu harus dibangun paradigma bahwa konsep masyarakat madani bukan suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan merupakan sebuah wacana yang harus difahami sebagai sebuah proses.

Wacana masyarakat madani merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana masyarakat madani dapat di urutkan mulai dari Cicero sampai pada Antonio Gramschi serta de'Tocquiville. Bahkan menurut Manfred Ridel, Cohen dan Arato serta M. Dawam Raharjo, wacana masyarakat madani sudah mengemuka pada masa Aristoteles. Pada masa itu masyarakat madani difahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi- politik dan pengambilan keputusan.

Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero dengan istilahnya societies civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep negara kota yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi. Konsepsi masyarakat madani yang aksentuasinya pada sistem kenegaraan dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes dan Jhon locke. Menurut Hobbes masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak, agar mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga negara. Sementara menurut Jhon kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara. Konsekuensinya adalah masyarakat madani tidak boleh absolut dan harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proposional.

Pada tahun 1967, wacana masyarakat madani ini dikembangkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Skotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu.

Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dikemukakan oleh Thomas Paine yang menggunakan istilah masyarakat madani sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai anti tesis dari negara. Dengan demikian maka negara harus dibatasi sampai sekecil – kecilnya dan ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi tercipta kesejahteraan umum. Masyarakat madani menurut Paine adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.

Perkembangan civil society selanjtnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel, Karl Marx dan Antonio Gramschi. Menurut Hegel masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari negara. Menurut Ryas Rasyid erat kaitannya dengan fenomena masyarakat borjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan dari dominasi negara. Lebih lanjut Hegel mengatakan bahwa struktur sosial terbagi menjadi tiga entitas yaitu keluarga, masyarakat madani dan negara. Sedangkan Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai masyarakat borjuis dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Sementara Antonio Gramschi tidak memahami masyarakat madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis. Gramschi meletakkan masyarakat madani pada superstruktur, berdampingan dengan negara yang disebut sebagai political society. Pemahaman Gramschi memberikan tekanan pada kekuatan cendikiawan yang merupakan aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik.

Periode berikutnya, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Alexis de'Tocqueville yang berdasarkan pada pengalaman demokrasi Amerika dengan mengembangkan teori masyarakat madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Paradigma Tocqueville ini lebih menekankan pada masyarakat madani sebagai sesuatu yang tidak apriori subordinatif terhadap negara. Ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang untuk menahan kecenderungan intervensionis negara. Tidak hanya itu, ia bahkan menjadi sumber legitimasi negara serta pada saat yang sama mampu melahirkan kritis reflektif untuk mengurangi frekuensi konflik dalam masyarakat sebagai akibat proses formasi sosial modern.

C. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Karakteristik masyarakat madani antara lain :
  • Free public sphere
        Yaitu adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi – transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Habermas, lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat dan berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
  • Demokratis
    Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Deokrasi yaitu masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama.
  • Toleran
    Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing – masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang enak antara berbagai kelompok yang berbeda – beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari palaksanaan ajaran yang benar.
  • Pluralisme
    Pluralisme harus difahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari – hari. Pluralisme tidak bisa difahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif. Menurut Nurcholish Madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan – ikatan keadaban bahkan pluralisme juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawsan dan pengimbangan.
  • Keadilan sosial
    Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara essensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan – kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah atau penguasa.
    D. PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI
        Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi – institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan – kebijakan pemerintah yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar – pilar tersebut antara lain :
  • Lembaga Swadaya Masyarakat
    adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. Selain itu LSM dalam konteks masyarakat madani juga bertugas mengadakan empowering/pemberdayaan kepada masyarakat mengenai hal – hal yang signifikan dalam kehidupan sehari – hari seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program – program pembangunan masyarakat.
  • Pers
    Merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya. Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada adanya independensi pers serta mampu menyajikan berita secara objektif dan transparan.
  • Supremasi Hukum
    Setiap warga negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada aturan hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga negara dan antara warga negara dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara – cara yang damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma – norma hukum dan segala bentuk penindasan HAM sehingga terpola bentuk kehidupan yang civilized.
  • Perguruan Tinggi
    PT yakni tempat dimana civitas akademikanya merupakan bagian dari kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan – kebijakan pemerintah dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul – betul objektif, menyuarakan kepentingan masyarakat. Menurut Riswanda Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peran yang strategis dalam mewujudkan masyarakat madani yaitu : pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, membangun politacal safety net yakni dengan mengembangan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Political safety net ini setidaknya dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap informasi dan melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang santun, saling menghormati, demokratis serta meninggalkan cara – cara yang agitatif dan anarkis.
  • Partai politik
    Parpol merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hegemoni negara tetapi bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi politik warganegara, maka partai politik ini menjadi prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.
    E. MASYARAKAT MADANI DAN DEMOKRATISASI
        Hubungan antara masyarakat madani dengan demmokrasi menurut Dawam Raharjo bagaikan dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar.
      Dalam konteks ini, Nurcholish Madjid pun memberikan metefor tentang hubungan dan keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi ini. Menurutnya masyarakat madani merupakan rumah persemayam demokrasi. Perlambang demokrasinya adalah pemilu yang bebas dan rahasia, namun demokrasi tidak hanya bersemayam dalam pemilu, sebab jika demokrasi harus mempunyai rumah maka rumahnya adalah masyarakat madani.
    Larry Diamond secara sistematis menyebutkan ada enam kontribusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi. Yaitu ia menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi dan kebudayaan serta moral untuk mengawasi dan menjaga keimbangan pejabat negara. Pluralisme dalam masyarakat madani bila diorganisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. Memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Ikut menjaga stabilitas negara. Tempat menggembleng pimpinan politik serta menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
    Untuk menciptakan masyarakat madani yang kuat dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan demokrasi diperlukan strategi penguatan civil society lebih ditujukan ke arah pembentukan negara secara gradual dengan suatu masyarakat politik yang demokratis partisipatoris, reflektif dan dewasa yang mampu menjadi penyeimbang dan kontrol atas kecenderungan eksesif negara. Dalam masyarakat madani, warga negara disadarkan posisinya sebagai pemilik kedaulatan dan haknya untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat.
    Pada dasarnya dalam proses penegakan demokrasi secara keseluruhan, tidaklah bertolak penuh pada penguatan dan kekuatan masyarakat madani, sebab ia bukan penyelesai tunggal di tengah kompleksitas problematika demokrasi. Masyarakat madani lebih bersifat komplementer dari berbagai strategi demokrasi yang selama ini sudah berkembang. Bedanya jika dalam strategi konvensional lebih menekankan pada formulasi dari atas dengan bentuk institusionalisasi lembaga – lembaga politik, distribusi kekuasaan pemerintah, perwakilan berbagai golongan dan sebagainya. Sedangkan masyarakat madani lebih merupakan strategi yang berporos pada lapisan bawah yakni dengan bentuk pemberdayaan dan penguatan masyarakat sipil. Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokrasi, masyarakat madani memiliki persfektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spektrum yang luas dan berjangka panjang. Dalam persfektif masyarakat madani demokratisasi tidak hanya dimaknai sebagai posisi diametral dan antitesa negara, melainkan bergantung pada situasi dan kondisinya. Ada saatnya demokrasi melalui masyarakat madani harus garang dan keras terhadap pemerintah namun ada saatnya masyarakat madani juga haruss ramah dan lunak.
      Arief Budiman mengatakan bahwa berbicara mengenai demokrasi biasanya orang akan berbicara tentang interaksi antara negara dan masyarakat madani. Asumsinya adalah, jika masyarakat madani vis a vis negara relatif kuat maka demokrasi akan tetap berlangsung. Sebaliknya, jika negara kuat dan masyarakat madani lemah maka demokrasi tidak berjalan. Dengan demikian, demokratisasi difahami sebagai proses pemberdayaan masyarakat madani. Proses pemberdayaan tersebut akan terjadi jika apabila berbagai kelompok masyarakat dalam masyarakat madani mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik pada tingkat negara maupun masyarakat. Jika posisi kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi lebih kuat yang berarti juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidakadilan.
    Menurut Dawam Raharjo ada beberapa asumsi yang berkembang. Demokrasi dapat berkembang apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam atau dari diri sendiri, melalui perlawanan terhadap negara ataupun melalui proses pemberdayaan (termasuk oleh pemerintah). Demokratisasi hanya bisa berlangsung apabila peranan negara dikurangi atau dibatasi tanpa mengurangi efektivitas dan efesiensi institusi melalui interaksi, perimbangan dan pembagian kerja yang saling memperkuat antara negara dan pemerintah sendiri. Serta demokratisasi bisa berkembangan dengan meningkatkan kemandirian atau independensi masyarakat madani dari tekana dan kooptasi negara.
    F. MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
Berbicara mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus – kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga – lembaga non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control. Sejak zaman orde lama dengan rezim demokrasi terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai kontra-revolusi. Fenomena tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan publik dalam mengeluarkan pendapat.
      Sampai pada orde baru pun pengekangan demokrasi dan penindasan HAM tersebut kian terbuka seakan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh siapapun bahkan untuk segala usia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai contoh kasus yang terjadi pada masa itu misalnya kasus pembrendelan lembaga pers seperti AJI, DETIK dan TEMPO. Fenomena ini merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang kebebasan warga negara dalam menyakurkan aspirasinya di muka umum, apalagi ini dilakukan pada lembaga yang nota bene memiliki fungsi sebagai bagian dari social control dalam menganalisa dan mensosialisasikan berbagai kebijakan yang betul – betul merugikan masyarakat.
        Selain itu, banyak terjadi pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga baian dari penyelewengan dan penindasan HAM karena hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang bersifat semu. Disisi lain, pada era orde baru banyak terjadi tindakan – tindakan anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Hal ini salah satu indikasi bahwa di Indonesia pada saat itu tidak dan belum menyadari pentingnya toleransi dan semangat pluralisme.
        Menurut Dawam ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia. Yaitu :
      1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik
      2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi, dan
      3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah
      demokratisasi.

KESIMPULAN
  1. masyarakat madani bukanlah suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan sebuah wacana
    yang harus difahami sebagai proses.
  2. Wacana masyarakat madani memerlukan prasyarat – prasyarat yang menjadi nilai universal
    dalam penegakkan masyarakat madani.
  3. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja,
    melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi
    masyarakat madani.
  4. Karakteristik masyarakat madani itu antara lain adanya free public sphere (ruang publik yang
    bebas), demokratis, sikap toleran, pluralisme dan adanya keadilan sosial.
  5. Pilar masyarakat madani yaitu suatu institusi yang menjadi bagian dari sosial kontrol yang
    berfungsi mengkritisi kebijakan – kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
    memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
  6. Diantara pilar – pilar penegak masyarakat madani seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Pers,
    Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi serta Partai Politik.
  7. Hubungan masyarakat madani dengan demokratisasi ko-eksistensi. Maksudnya hanya dalam
    masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam
    suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar. 
    oleh Zain Muslim, Mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar